Tuesday, May 29, 2007
posted by catur catriks at 7:10 PM | Permalink
Zebra

Pada jaman dahulu tidak ada hewan yang berwarna. Tidak ada warna merah, kelabu, hitam, oranye, kuning, dan warna-warna lain seperti pada hewan-hewan sekarang. Dahulu, semua hewan berwarna putih, polos.

Demikian juga halnya dengan Zebra, Gajah, dan Kerbau. Ketiga hewan tersebut semuanya berwarna sama, putih. Sehinga kadang-kadang mereka merasa bosan dengan warna tubuhnya.

Mereka hidup bersama di sebuah hutan. Tapi sebenarnya persahabatan mereka tidak begitu akrab. Kadang-kadang terjadi pertengkaran. Itu dikarenakan warna tubuh mereka yang sama.

Pada suatu hari, mereka mendengar ada hewan yang berwarna. Hewan tersebut tinggal di sebuah hutan yang jauh. Dialah Kingkong. Tubuhnya berwarna lain, ia tak putih, tapi coklat kehitaman. Dan pada bagian perutnya, ada warna kelabu.

Zebra, Kerbau, dan Gajah segera menyelidiki kabar tersebut. Ia menanyakan kepada hewan-hewan lain di sekitar hutan. Akhirnya mereka tahu, kalau ternyata Kingkong bisa membuat bermacam-macam ramuan warna. Warna-warna tersebut ia buat dari aneka bunga, daun, dan sari-sari buah. Dan warna tubuhnya berasal dari ramuan yang ia buat tersebut.

Dengan waktu yang singkat, berita tersebut menyebar ke seluruh penghuni hutan.

Gajah, Kerbau, dan, Zebra berniat untuk mendatangi Kingkong dan meminta kepadanya agar memberi warna pada tubuh mereka.

Pada keesokan harinya, mereka berkumpul. Mereka hendak berangkat ke hutan sebelah tempat di mana Kingkong tinggal.

“Kamu sudah siap Zebra?” tanya Kerbau.

“Sudah” jawabnya, “Ayo kita berangkat!”

“Sabar, Zebra. Apakah kau sudah mandi?” tanya Gajah.

“Belum,” jawabnya.

“Kalau begitu kau harus mandi dulu. Badan kita harus bersih sebelum diberi warna,” kata Gajah menjelaskan.

“Oo .. Kalau begitu, kalian tunggu di sini. Aku akan ke telaga dulu untuk membersihkan badan.”

dari fohn.net

Zebra melangkah ke arah telaga. Sementara Gajah dan Kerbau melihat kepergiannya. Zebra tidak tahu, kalau Gajah dan Kerbau pun belum mandi.

Gajah dan Kerbau sebenarnya merencanakan sesuatu yang tidak baik. Mereka sengaja menyuruh Zebra untuk mandi agar mereka bisa meninggalkanya. Dan benar, setelah Zebra tidak terlihat, Gajah dan Kerbau segera berangkat. Mereka takut kalau-kalau ramuan yang dimiliki Kingkong habis. Ini Karena tubuh mereka lebih besar daripada Zebra.

Setelah cukup lama, akhirnya Zebra selesai. Ia naik ke darat dan segera kembali ke tempat di mana Gajah dan Kerbau menunggu. Tapi setibanya di tempat itu, ia tidak menemukan apa-apa. Ia menoleh ke sana ke mari, namun teman yang dicarinya sudah tidak ada.

“Hehhh, mungkin mereka sedang pergi untuk mencari sesuatu,” bisiknya sambil mendengus. Zebra menunggu Gajah dan Kerbau. Ia tidak tahu kalau kedua temannya telah meninggalkannya.

Lama Zebra menunggu, namun kedua temanya belum datang juga. Akhirnya ia menyimpulkan kalau Gajah dan Kerbau telah berangkat lebih dulu. “Ah, mereka tidak setia kawan,” bisiknya. Zebra merasa telah dibohongi. Akhirnya ia berangkat sendiri.

Setibanya di tempat Kingkong, ia melihat tubuh Gajah dan Kerbau telah berubah warna. Mereka tampak lebih indah. Tubuh Gajah menjadi berwarna oranye dengan goresan-goresan kuning dan hijau daun. Sementara tubuh si Kerbau menjadi merah jambu dengan bintik-bintik biru langit. Mereka telah menjadi hewan dengan warna tubuh yang sangat cantik.

Melihat kedatangan Zebra, Gajah dan Kerbau langsung pergi. Sementara Zebra melangkah mendekati Kingkong.

“Hai teman, aku juga minta bantuanmu untuk memberi warna pada tubuhku,” pinta Zebra.

“Wah, sayang sekali, kau datang terlambat. Semua ramuan warnaku sudah habis,” kata Kingkong. “Sebelum Gajah dan Kerbau datang, banyak hewan lain yang tiba lebih dulu dan mereka semua meminta untuk diberi warna pada tubuhnya. Untuk Gajah dan Kerbaulah sisa ramuan warnaku yang terakhir.”

“Jadi ramuan warna yang kau miliki telah habis?” tanya Zebra sedih.

“Ya.”

“Tidak adakah lagi yang tersisa?”

“Emh, .. Ada. Tapi hanya warna hitam.”

“Hitam?” Zebra berpikir sejenak. Kalau tubuhnya diberi warna hitam saja, ia akan terlihat menyeramkan. Dan ia tidak suka. Tapi mendadak, ia menemukan suatu ide.

“Teman, tolong goreskan saja warna hitam itu berseling-seling dengan warna putih yang sudah ada di tubuhku. Goreskan dengan menyerupai garis-garis memanjang,” pinta Zebra.

“Baik, akan aku lakukan.”

Demikanlah, akhirnya tubuh Zebra menjadi belang-belang antara warna hitam dan putih, sampai sekarang. Karena warna hitam digoreskan dengan rapi, maka tubuh Zebra tetap terlihat cantik.

Zebra pun berterima kasih pada Kingkong. Ia segera pulang ke tempat asalnya.

Di tengah perjalanan, Zebra bertemu dengan Gajah dan Kerbau. Ia kaget manakala melihat kedau temannya telah kembali berubah warna. Warna cantik mereka telah pudar. Tubuh Kerbau dan Gajah menjadi coklat abu-abu.

Ya, warna cantik mereka telah luntur karena Gajah dan Kerbau belum mandi ketika tubuh mereka diberi warna. Untuk kembali kepada Kingkong itu tak mungkin. Kingkong telah kehabisan warna.

Mereka hanya bisa merengut.
Sampai sekarang, tubuh Kerbau dan Gajah tetap berwarna coklat keabu-abuan, polos.
Zebra memiliki tubuh yang kebih indah daripada mereka.

 
Wednesday, May 23, 2007
posted by catur catriks at 9:13 AM | Permalink
Wajah yang berdebu

Wajah yang tersungkur di sana
Betapa ingin bisa menegak dan memandang sama tinggi
Tanpa harus menekuk saat bersemuka dengan wajahmu

Mata yang berkaca tebal itu
Betapa ingin melihat terang tanpa sebuah bantuan. Karena alami adalah sunatulloh, tapi mata itu rabun bila apa adanya. Saat bersitatap, mata itu tunduk dengan mengisyaratkan tinta pada kertas, menuliskan satu pasal yang tak pernah istirahat dibahas manusia. Pasal yang mampu memindahkan gunung, yang menjadi alasan mengapa Adam dan Hawa menyatu.

Hari-hari ini betapa wajah itu samar, menandai satu lelah rasa dan ceria yang telah lama hilang. Walau ada keinginan untuk berlari ke jauh, tapi dengan kelemahan ia berusaha bertahan. Ada sebuah rencana yang harus tak terlewatkan. Tapi memang di tempat ini ia tetap ingin berdiri, sampai ia menemukan pijakan yang baru. Bila ternyata ia terus berdiri di sini, sementara waktu terus berlari, adalah pilihan yang sebenarnya bukan pilihan. Seperti di sebuah negeri yang asing, gelagat tubuh tiada nyaman untuk bertahan, tapi debu wajah itu ingin dibersihkannya di rahasia yang sama ketika ia terkotori.

Wahai manusia yang mempunyai wajah terselimut, kemarilah. Aku ingin mencium kening dan mengucap sebuah nama yang muncul dalam sebagian mimpimu. Ketahui, kau hanya memilikinya di sana dan tidak di alam nyata.

Basuhan air dan pejaman mata di balik tapak tangan akan menutup sesaat.
Saat hembusan segar berusaha masuk ke dalam benak,
di sekujur relung

 
Tuesday, May 22, 2007
posted by catur catriks at 3:18 PM | Permalink
Rahasia hati

Ketika Tuhan akan menyimpan sebuah rahasia untuk manusia, para Malaikat mengusulkan untuk menyimpannya di puncak gunung, di dasar laut, atau di manapun yang sulit dijangkau. Namun Tuhan berkata tidak. Akhirnya ditentukan, bahwa tempat yang rahasia paling rahasia adalah di: Hati.

Di sekeping daging merah inilah manusia menyimpan rahasia ruang dan waktu sepenggal hidupnya.

Manusia bisa tersenyum di saat hatinya luka.
Menangis di saat hati sedang berbunga.
Orang yang berkelana diberi kata hati-hati.
Orang yang tidak pernah mau mendengar diberi nama manusia yang berhati batu.
Manusia yang degil adalah manusia yang tak punya hati.
Sedang yang paling beruntung adalah manusia yang mempunyai kebersihan hati dan kebeningan ini terpancar hingga ke aura wajah yang meneduhkan, di mana manusia lain merasa damai kala di dekatnya, di mana orang-orang ingat Tuhan dengan melihat wajahnya.

Pernahkah pada sebuah keheningan malam, kita mencoba menyelam ke dasar hati, menyelam sedalam-dalamnya? Apakah kita menemukan sesuatu yang mirip dengan duri atau menemukan ada sebuah penjara di sana?

Terkadang kita terluka oleh sebuah perlakuan orang yang membuat kita jatuh. Dan kita membiarkan sakit hati ini terus bersemayam, di mana kita tidak merasa nyaman setiap kali kita bertemu dengan orang tersebut. Ketika kita melihat orang itu tertawa dan gembira, kita malah merasa iri dan berharap semoga dia segera mendapatkan hal yang buruk. Dan ketika hal itu benar-benar terjadi, kita malah mensyukurinya. Ya, akuilah dengan jujur, kita pernah merasakan dan ini sangat manusiawi. Ibarat perang dingin, inilah yang disebut sebagai dendam terselubung. Memang waktu akan menyembuhkan, tapi berapa lama?

Ada pemuda mencintai seorang gadis. Ia benar-benar serius dengan perasaan ini. Ketika ia mengutarakan, ternyata telah ada pemuda yang telah mendahuluinya. Dan akhirnya ia membiarkan gadis itu dipinang oleh pemuda lain. Apakah urusan ini selesai? Sayang, ternyata tidak. Si pemuda masih menyimpan cinta pada wanita yang kini telah menjadi istri orang lain. Malah ia berharap, si wanita segera menjadi janda agar ia bisa memilikinya. Ini sering terjadi. Dan inilah yang dinamakan sebuah penjara. Bila harapan si pemuda tidak terjadi, mungkin waktu juga yang akan menyembuhkan. Tapi, sampai berapa lama?

Di saat kita jatuh atau terluka karena orang lain, terkadang susah bagi kita untuk mendamaikan hati. Jika pikiran kita bisa menerima dengan hitung-hitungan akal, maka hati tidak bisa dikalkulasi. Si lemah hati akan membiarkan hatinya terus terpuruk. Si gelap hati akan mendendam rasa dan tidak pernah memaafkan.. Sedang yang beruntung adalah ketika ia diberi cobaan, ia ridha, ikhlas, dan ia segera berusaha untuk sabar dan merelakan segala sesuatu yang memang tidak seharusnya menjadi miliknya. Lebih jauh, ia tetap masih bisa mensyukuri, bahwa apa pun yang tidak berpihak kepadanya adalah jalan yang terbaik saat itu. Karena boleh jadi, apa yang menurut kita baik ternyata buruk, dan sebaliknya. Yang Maha Merencanakan mengetahui, sedang kita tidak.

Hati adalah kita yang memilikinya
Ia ada di dalam dada ini dan di dalam hati ini jua nurani kita tersimpan
Namun kita sering melakukan perbuatan yang kita sendiri tahu itu salah. Kita ingkari nurani.
Hari ini kita senang terhadap sesuatu, boleh jadi esok kita akan sangat menyesal karena kemarin kenapa kita menyukainya.
Maha Besar Tuhan yang berkuasa membolak-balikkan hati kita.

 
Saturday, May 19, 2007
posted by catur catriks at 3:36 PM | Permalink
Surat Permohonan Maaf
Untuk sahabatku,
Semut Hitam
di Kota Bawah Batu

Salam Persahabatan!

Tadi pagi aku telah mematahkan penggaris punyamu
Sungguh aku tak sengaja, teman
Pada saat aku bercanda dengan Semut Merah,
aku terpeleset dan jatuh terduduk
Tubuhku menimpa tasmu yang kau letakkan di atas kursi
Penggaris yang ada di dalam tas itu patah
Engkau pasti sedih
Aku sangat menyesal


Untuk itu, sahabatku
Aku memohon maaf
Saya harap engkau tidak membenciku
Besok aku akan pergi ke pasar
Membeli penggaris yang baru
untuk menggantikan penggarismu

Walau mungkin warna dan bentuknya tidak sama
Tapi aku mohon besok engkau bersedia
untuk menerima penggaris itu
Sekali lagi, karena aku salah
Aku minta maaf
Kita tetap bersahabat, bukan?
Ayo, tersenyumlah

Ya, engkau adalah sahabatku yang pemaaf
Dan pasti engkau akan memaafkanku
Kita akan bermain bersama kembali
Bercanda bersama

Terima kasih sebelumnya

Sahabatmu

Semut Belalai

 
posted by catur catriks at 11:26 AM | Permalink
menstimulus
terkadang kita perlu menuliskan hal-hal baik yang belum pernah kita lakukan sebelumnya.
hal-hal yang hebat.
tujuannya adalah untuk menstimulus diri agar bisa melakukan apa-apa yang kita tuliskan.
menuliskan pribadi-pribadi orang salih, saya kira perlu, karena ini dapat memancing kita untuk mencontoh.
menuliskan orang-orang yang sukses dengan beberapa ceritanya, dapat membuat kita terbuka wawasan dan mengambil pelajaran di dalamnya.
semakin sering pikiran kita diisi dengan kebaikan-kebaikan, semakin kuat dorongan dalam diri kita untuk berusaha bisa mewujudkannya. saya pikir demikian.
maka, aku akan menuliskan dalam blog ini sesuatu yang bisa aku tuliskan, sesuatu yang mengandung nilai kebaikan, walau beberapa di antaranya belum pernah aku lakukan.
namun bukan berarti selamanya tidak pernah aku lakukan, suatu saat mungkin aku akan bisa.
mudah-mudahan ini bukan sebuah apologi, tapi sebuah ajakan terhadap diri sendiri, bila mampu, untuk orang lain.
semoga.

 
posted by catur catriks at 11:01 AM | Permalink
Memilih yang paling ringan

Dapatkah kita mengukur kemampuan kita? Sebuah modal yang telah dianugerahkan Tuhan kepada kita harus kita format dengan baik, jangan asal. Namun, yang sering terjadi adalah sebaliknya. Saat kita ditawari sebuah pilihan tanggung jawab, tak jarang di antara kita memilih yang paling ringan. Jika terlibat dalam sebuah kepanitiaan misalnya, kita menolak untuk menjadi seorang ketua. Masing-masing berebut untuk menjadi seksi konsumsi, dokumentasi dan yang lain, yang dipandang tidak berat daripada menjadi seorang ketua atau seksi acara. Mengapa?

Ada sebuah contoh kasus. Dalam sebuah kerja bakti, seorang pemuda menolak untuk membawa batako ke suatu jarak dalam jumlah yang sama dengan orang lain. Ia mengatakan hanya bisa membawa batako sebanyak 4 buah dengan ala an keterbatasan tenaga. Dan di setiap giliran, ia memang hanya membawa 4 buah. Iseng, seorang temannya menambahkan satu batako lagi menjadi lima buah untuk dibawa pemuda tersebut. Si pemuda tidak tahu kalau bawaannya sudah ditambah satu. Setelah sampai di tempat tujuan, meletakkan dan menatanya, ia baru sadar, kalau batako yang dibawanya melebihi daripada apa yang diperkirakan. You see, ternyata ia bisa membawa beban yang lebih banyak.

Tak sedikit orang yang mengatakan bahwa sesungguhnya sebuah beban hanya akan tampak lebih berat di kepala daripada di pundak. Karenanya, kenyataan banyak orang yang tidak memaksimalkan kemampuannya disebabkan oleh pikiran mereka sendiri. Apa yang menyebabkana kita tidak mau melakukannya adalah karena sebuah ketakutan di dalam pikiran. Takut tak sanggup, takut tak berhasil, takut tak memuaskan. Justifikasi terhadap diri sendiri ini kita keluarkan tanpa kita mencoba untuk melakukannya terlebih dahulu. Apakah kita sadar, bahwa ini sesungguhnya tengah mengkerdilkan kita?

Jika kita ingin menjadi seorang yang kompeten, maka kita harus berani. Kita akan mengetahui kemampuan kita apabila kita telah mencoba apa yang menurut kita berat pada awalnya. So, jika kita ingin tersenyum lebih lebar untuk diri kita, jangan batasi kemampuan kita, jangan pilih yang paling ringan.

 
Friday, May 18, 2007
posted by catur catriks at 4:00 PM | Permalink
Sinopsis
Petualangan di Bukit Rogo Jombangan

Cerita (novel) ini berlangsung di sekitar bukit dan Gunung Rogo Jombangan, Pekalongan Jawa Tengah. Ketika itu ada sekelompok anak sekolah yang mengadakan perkemahan di sekitar tempat tersebut.

Pada malam pertama, Annisa, tokoh utama, bermimpi bertemu dengan anak hutan (Kelasuraso) yang berwajah dan bertubuh aneh. Karena anak manusia itu marah dan hendak memukul, Nisa takut dan akhirnya bangun dengan terkaget.

Ketika ia membuka mata, ada seekor kupu-kupu besar mengepak-ngepakkan sayap di atas muka. Kupu-kupu tersebut pergi setelah tahu Nisa membuka mata. Karena penasaran, Nisa mengejar kupu-kupu tersebut sampai ke dalam hutan, sendirian.

Kedua sahabatnya, Anggun dan Taka menyusul. Mereka bertiga mengikuti kupu-kupu secara bersama-sama. Mereka mengikuti karena kupu-kupu itu seperti mengajaknya untuk menunjukkan sesuatu.

Maka dimulailah perjalanan mereka masuk ke dalam hutan. Banyak rintangan yang dihadapi, sekaligus keindahan isi hutan yang mereka temukan.

Di pinggir lembah ketiga anak itu kehilangan jejak kupu-kupu. Tapi di tempat itulah mereka bertemu dengan makhluk aneh (Kelasuraso) yang penah Nisa lihat dalam mimpinya. Karena kaget, Anggun dan Taka langsung pingsan di tempat.

Pada kisah selanjutnya diketahui bahwa kupu-kupu yang mereka ikuti adalah teman dari Kelasuraso dan bahwa mereka sengaja dibawa ke tempat tersebut untuk diminta batuannya membuka lempeng batu besar, di mana di bawah batu tersebut terkubur jasad ayah Kelasuraso.

Dengan berbagai konflik antara ketiga anak tersebut (Annisa, Anggun, dan Taka), tentang rasa takut terhadap tulang belulang manusia, pesimis akan kemampuan tenaga mereka yang terbatas, kekhawatiran mereka karena pergi dari rombongan tanpa pamit, dan lain-lain, akhirnya mereka menyanggupi untuk menolong membuka lempeng batu besar.

Ketiga tokoh ini akhirnya berhasil membuka lempeng batu dengan cara menggunakan sistem pengungkit (sisi nilai pengetahuan). Tapi mereka tidak habis pikir karena Kelasuraso akhirnya membakar tulang-tulang ayahnya sebagai penyempurnaan arwah. Abunya kemudian dilarung dengan cara disebar di puncak gunung Rogo Jombangan, terbawa angin yang bertiup menjauh.

Cerita diwarnai dengan konflik yang menarik. Antara lain adanya perselisihan antara ketiga tokoh cerita (Annisa, Anggun, dan Taka) dengan Dadang, anak yang selalu bikin masalah, hingga mereka bergulat sengit. Selain itu, kekhawatiran dan pencarian para pembina yang kehilangan ketiga anak asuhnya karena mereka pergi tanpa meminta izin.

Cerita juga mengandung nilai-nilai ke-Islaman, tentang penyangkalan mereka akan hantu, mensyukuri nikmat, doa, sholat, pemeliharaan aurat anak perempuan, penguburan mayat, dan lain-lain.

Cerita ini, tentu, sangat menarik dan berguna untuk dibaca adik atau anak-anak kita.

Catur Catriks
HP 0813254xxxxx
catriks@yahoo.co.id

http://caturcatriks.blogspot.com