Wednesday, April 30, 2008
posted by catur catriks at 12:45 PM | Permalink
menghitung mundur akhir masa lajang

setelah membicarakan tentang keindahan
seseorang yang lebih tua di antara keduanya
menunjukkan tempat yang ia anggap paling diimpikan


lengan satu mencengkeram lengan milik yang lain
menariknya ke dalam rumah
dan memperlihatkan sebuah keluarga,
untuk kemudian berbisik,
“Lihat, inilah keindahan yang sebenarnya.”

***

cinta adalah cahaya jalan
jalan menuju cahaya
ruh kehidupan dan kehidupan ruh
*
yang menumbuhkan kerinduan di hatinya
meminta untuk direncanakan
meminta untuk disegerakan


kini
ia mulai menyusun
apa yang akan dijadikan penyangga
apa yang akan dipasang sebagai atap pelindung
serta dinding dan isinya

tidak sedikit
tidak mudah


tapi ternyata
tak semenakutkan yang dibayangkan
karena di kemudian waktu yang pendek
ia tersadar dan mengucap,
”Ternyata pertolongan Alloh begitu dekat!”

***

sekarang ia mulai menghitung mundur
akhir dari masa lajangnya
sambil menenangkan degup di benak


dunia sendiri akan berakhir
menutup satu lembar cerita
kenyamanan alur hidup yang selama ini terjalani

***

begitu dalamnya
ia mengucap bismillah
berdoa atas kesemogaan niatnya
yang akan membangun sebuah rumah


bukan di atas sebidang tanah
melainkan di atas samudera
kehidupan pernikahan

*) Petikan puisi Khalid Jamal – Kitab Al Hubb fil Jami’ah

 
Friday, April 18, 2008
posted by catur catriks at 2:36 PM | Permalink
Cemas, Panik, dan Tips

Ada fenomena yang menarik. Hampir menyamai sebagian sifat manusia, kucing dan burung piaraan mempunyai respon yang cukup kuat terhadap keadaan yang menjumpainya.

Bila burung dihampiri, maka ia akan melompat-lompat girang. Apabila kita elus-elus, seekor kucing akan menggelosorkan badan dan terlihat sangat menikmati. Sedangkan apabila kita bersikap cuek, ia akan datang dan menggosok-gosokkan bulunya dengan manja di kaki kita. Burung dan kucing mungkin termasuk hewan yang suka diperhatikan sekaligus suka meminta perhatian. Bila kita datang sambil memainkan jari dan membunyikan siul, dijamin si burung akan genit dan berkicau riang. Bila diberi sedikit makanan, kucing akan sangat betah menemani tuannya.
Mereka mudah untuk dipengaruhi.

Sangat berbeda dengan sapi. Jenis hewan ini sangat cuek dan sama sekali tidak sensitif. Bahkan, sepertinya, gaya cuek bebekpun masih kalah cool dengan gaya sapi, hehe. Jangan harap sapi akan cukup bereaksi bila kita elus atau diberi siul. Paling banter ia akan melenguh, sok mahal.
Hewan ini tidak gampang untuk dirayu.

Begitupun, saya kira, dengan sebagian sifat manusia. Ada orang yang begitu sensitif terhadap satu keadaan dan cukup bebal untuk keadaan yang lain. Tapi setiap orang pasti mempunyai titik lemah di mana ia akan begitu gampang terpengaruh dan hanyut dalam sebuah situasi yang dihadapinya. Sebuah keadaan menjadi impuls yang akan mengalami proses penggabungan antara keadaan luar dan keadaan dalam, menimbulkan reaksi dan asosiasi-asosiasi yang akhirnya membentuk konsep keluaran yang dinamakan reaksi. (Duh, teori dari mana ini?). Dan bentuk reaksi pada setiap individu jelas berbeda. Hanya saja secara general, reaksi orang bisa ditebak.

Seperti yang semua orang pahami, keadaan yang menyenangkan akan membuat bibir tersenyum. Suasana yang mengharukan sering membuat mata berkaca-kaca. Situasi yang meresahkan akan membuat kita cemas, dan keadaan yang mengkhawatirkan akan membuat orang panik.

Senyum dan haru adalah suasana yang cukup menyenangkan. Tapi cemas dan panik merupakan mood yang s tidak nyaman dan, tentu saja tidak diharapkan.

Bila diartikan, sekedar untuk memudahkan dengan sebuah definisi (dari sebuah sumber), cemas diartikan sebagai bentuk kekhawatiran yang berlebih dari suatu rangsang atau peristiwa. Sedangkan panik adalah rasa cemas yang berlebih dan diikuti gangguan-ganguan fisik seperti berkeringat, denyut jantung meningkat, wajah memerah, dan sebagainya. Tapi yang jelas, saya ataupun orang lain, tak akan suka dengan kedua keadaan seperti itu.
Seperti halnya, dengan kejadian yang saya alami kemarin.

Mungkin ini terkait dengan salah satu sifatku yang cukup sensitif (bener gak ya aku punya sifat itu?). Tapi bukan berarti saya seperti burung atau kucing yang mudah terbawa situasi (apalagi mudah untuk dirayu – halah!). Sayangnya kesensitifan ini tidak dibarengi dengan kesigapan bertindak. Maka saya artikan saja sifat ini dengan sebuah kelemahan.

Kejadiannya begini (hmm, kayak tukang cerita aja!). Ada dua orang yang berselisih paham tentang sebuah pekerjaan. Tanda saling menyerang terlihat dalam komunikasi mereka. Kemudian salah satu dari mereka mengajak masuk ke ruang yang lebih tertutup dan memanggil tiga orang untuk dimintai pendapat. Salah satunya adalah saya. Belum sempat membuka dialog dengan kami, kedua peseteru itu sudah ramai sendiri dengan argumen mereka masing-masing. Satu pernyataan segera dibantah dengan penyataan lain. Tak ada waktu jeda. Yang ada hanya berebut dan pemaksaan pendapat. Suara keduanya semakin keras. Hingga akhirnya ada yang berteriak, “Diam!”
Tapi teriakan berefek sebaliknya.

Dari perasaan awal yang hanya cemas, tiba-tiba saja aku menjadi sangat panik. Maklum saja, yang berteriak itu adalah seorang kepala bagian dan yang menghadapinya adalah editor senior. Karena panik dan tak tahan dengan keadaan konflik, saya segera keluar ruangan. Padahal dua teman saya tenang-tenang saja menyaksikan pertengkataran itu. Saya keluar dengan dan mendatangi seseorang yang aku anggap cukup wibawa.

“Pak, tolong tengahi itu, Pak. Sepertinya sudah tak terkendali!” kata saya dengan debar-debar, takut kalau-kalau terjadi kekerasan. Si bapak tersebutpun sebenarnya sudah mendengar dan tahu karena suara pertengkaran itu keluar ke mana-mana. Dasar apes, si bapak dengan sangat tenang menjawab, “Biarin aja, klo gak gitu, ya, gak ramai.”

Benar saja. Mengapa aku harus begitu terusik dengan keadaan itu, padahal yang lain masih bisa tetap tenang? Aku menarik napas dan kembali ke meja kerja. Untuk menenangkan dan mengalihkan perhatian, kuambil HP dan kubuka-buka isinya. Walaupun tidak ada sms yang baru, tapi tetap saja saya buka-buka sambil berusaha mengabaikan suara pertengkaran. Saya kira, di di saat itu, HP menjadi sesuatu yang cukup ampuh sebagai pengalih perhatian.

Btw, sebagai pelajaran, biar tidak seperti kucing atau burung yang begitu mudah dipengaruhi oleh suasana, berikut saya dapatkan sebuah tips mengatasi rasa cemas dan panik. Tapi bukan berarti kita harus seperti sapi yang kelewat cool, yang begitu tidak sensitifnya terhadap suasana. Karena manusia bukan sapi (ya tentu dong). Manusia mempunyai hati yang kepekaannya jauh lebih kompleks.


Tips mengatasi rasa cemas dan panik.

(dari Harian Kompas, Minggu, 2 April 2006)

1. Tarik napas panjang dan hembuskan perlahan. Lakukan beberapa kali sampai rasa cemas dan panik tersebut hilang dan kita bisa berpikir jernih kembali.

2. Berteriaklah dan menangislah bila memang diperlukan untuk melegakan perasaan. Tetapi sebaiknya lihat keadaan sekitar, jangan sampai mengganggu orang lain. (Apalagi bila suara kita sember. Bisa jadi malah akan menimbulkan kepanikan baru pada orang-orang yang mendengarnya).

3. Alihkan pikiran dan perhatian dari hal yang membuat pikiran cemas dan panik.

4. Banyak minum air putih untuk melegakan perasaan yang berdebar.

5. Belajar untuk melihat segala masalah dari sisi positifnya. (Klo yang ini keliatan bijak banget ya?)

6. Beruaha untuk tidak membesar-besarkan masalah. Dengan cara ini, kita bisa terbebas dari rasa terbebani.

7. Share our feeling. Ceritakan perasaanmu kepada orangtua atau sahabat. Jangan menyimpan sendiri rasa panik dan cemas. (Nah, untuk yang satu ini banyak benarnya. Kadang ada seseorang menelepon orang terdekatnya ketika ia panik. Hanya dengan mendengar suaranya, rasa panik dan cemasnya akan hilang dengan sendirinya, walau terkadang orang tersebut tidak memberikan solusi.)

8. Serahkan semua kepanikan dan kecemasan pada Tuhan. (Tentu, yang ini adalah resep yang paling ampuh)


Semoga saya dan siapa saja, tidak terlalu mudah untuk terbawa suasana.





 
Friday, April 11, 2008
posted by catur catriks at 9:21 AM | Permalink
Pernikahan Impian Saya

Sedang teringat sebuah tulisan yang menarik, yang pernah saya temukan, yaitu tentang pernikahan impian.

Terima kasih kepada penulisnya yang telah mengijinkan untuk mempostingnya.
===============================================================

Pernikahan Impian Saya


Ide tentang pernikahan impian bisa datang di mana saja.
Ide saya berawal dari pojokan satu ruang resepsi pernikahan.

Saya ingat, sekitar dua tahun yang lalu, saat sedang menghadiri resepsi pernikahan seorang teman, beberapa teman saya mulai mojok dan mengobrol tentang pernikahan impian mereka.

Beberapa orang menyatakan keberatannya untuk mengikuti adat. Beberapa orang mencetuskan tempat impian untuk berbulan madu. Dan masih ada bertumpuk-tumpuk rencana pernikahan yang riuh diobrolkan sambil rebutan. Sementara saya hanya bisa mendengarkan sambil termangu-mangu.

Sampai seorang teman menyentak saya dengan satu pertanyaan.
“Kalo kamu, pingin nikahan kaya gimana?” begitu cetusnya.

Satu pertanyaan yang tak saya sangka akan saya temui di umur 21 tahun. Umur yang saya isi dengan kesibukan seputar kuliah, kerja, dan bersenang-senang dengan teman-teman. Tanpa pernah terlintas sedikitpun ide tentang pernikahan.

Dengan keterbatasan pemahaman dan khayalan, tak heran bila saya kemudian tak bisa menjawab pertanyaan itu. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, saya pun mulai mengumpulkan keping-keping jawabannya.

Dan dalam waktu beberapa tahun, berikut adalah jawaban saya.

***

Pernikahan impian saya tak perlu banyak bunga. Karena saya tahu, setiap hari dari sisa umur saya nantinya akan diisi oleh saya dan suami saya dengan mengumpulkan bunga-bunga tercantik di dunia. Untuk kemudian ditanam dalam pot-pot bunga yang menghiasi setiap sudut ruang hati saya. Tempat dimana kami nantinya akan bercengkerama setiap petang. Menanti matahari terbenam, sambil mengagumi kecantikan bunga-bunga langka ini, yang dengan ajaibnya akan mekar sepanjang masa.

Pernikahan impian saya tak perlu mahar luar biasa ataupun seserahan tujuh rupa. Tapi saya tahu, mahar saya mahal harganya. Saking mahalnya mahar yang nantinya akan saya minta, calon suami saya malahan tak akan bisa menemukannya di toko serba ada. Karena mahar itu berupa niatan untuk terus memperbaiki diri dan juga tanpa henti untuk terus belajar saling memahami.

Dan tentu saja, cinta yang bisa membawa kami berdua terbang ke surga.

Cinta yang pada masanya nanti, mungkin tak lagi meledak seperti gempa bumi ataupun berlukiskan pelangi warna-warni. Cinta yang pada masanya nanti, mungkin juga tak lagi berupa napas tersengal. Ataupun helaan napas dan degup debar.

Namun, cinta yang hangat.
Yang didasari oleh kasih. Berhiaskan pengertian, kepercayaan, dan kesabaran. Dengan terus dikipasi oleh niat dan semangat untuk saling menguatkan dalam kebaikan. Cinta yang bahkan di hari-hari termendung sekalipun, akan tetap mengizinkan kami untuk saling memberikan penghiburan dan menguatkan sebagai sepasang sahabat.

Cinta yang pada masanya nanti, akan tetap bertumbuh. Pun gempa bumi telah lama reda, dan api jatuh cinta juga telah padam.

***

Pernikahan impian saya tak perlu gaun pengantin sewarna dengan taplak meja. Saya tahu, apapun yang akan saya kenakan nantinya, saya akan tampak istimewa. Karena gaun pengantin saya telah ditenun dengan menggunakan benang-benang terindah di dunia. Namanya, benang-benang bahagia. Bahagia ini pula yang nantinya akan digunakan untuk merias wajah saya, sehingga saya percaya, bahwa apapun riasannya, saya akan tampak cantik luar biasa.

Pernikahan impian saya tak perlu undangan berukiran halus ataupun berhiaskan pita. Karena bagi saya, yang terpenting adalah cetakan nama saya dan nama pria yang dengannya saya memutuskan untuk tua bersama. Apapun bentuknya, apapun ukurannya, apapun jenis font-nya, semuanya sempurna.

Demikian juga dengan tempat berbulan madu, ataupun tempat tinggal kami setelahnya. Bagi saya, dimanapun letaknya, bagaimanapun kondisinya, selama kami bersama, maka itu adalah tempat yang sempurna.

Dan betapa bagi saya, rumah yang sesungguhnya tercipta saat saya dan suami saya bisa saling bercerita. Tentang warna langit hari ini. Tentang kupu-kupu bersayap patah yang gagal terbang dan mati. Tentang ketakutan, harapan dan mimpi.

Tempat kami bisa saling mengetuk.
Untuk kemudian, masuk dan beristirahat sejenak.

***

Pernikahan impian saya tak perlu foto-foto pre-wedding berpigura. Karena saya tahu, sejak hari pertama kami berjanji untuk hidup bersama, sejak saat itulah saya akan memajang foto-foto kenangan berukuran raksasa tentang hal-hal yang kami pelajari satu sama lain.

Foto-foto indah, yang akan saya simpan rapih sebagai harta karun yang berharga, di dalam taman rahasia hati saya. Dan seperti buku berhalaman super tebal yang tak akan pernah habis dibaca, ataupun film berdurasi super panjang yang tak akan pernah usai ditonton, pameran foto ini juga akan digelar di taman rahasia ruang hati saya sepanjang masa.

Pernikahan impian saya tak perlu diramaikan dengan hiburan. Karena saya ingin, saya sendirilah yang nanti akan menghibur suami saya setiap harinya. Saya akan menyanyi, saya akan menari, saya akan membaca puisi, saya akan bercerita, saya akan menulis banyak tulisan cinta untuknya. Apapun, yang saya tahu bisa membuatnya tertawa, atau sekedar tersenyum, selepas ia pulang kerja.

Pernikahan impian saya tak perlu perjanjian pra-nikah. Bagi saya, janji seorang pria kepada Tuhan saat ijab kabul adalah janji yang paling utama. Karena itu adalah janji seorang pria pada penciptanya, Sang Maha. Dan saya selalu percaya, bahwa para pecinta Tuhan, tak akan pernah berani untuk mendustaiNya.

Pernikahan impian saya tak perlu perayaan megah. Saya tak membutuhkannya. Bagi saya, lebih penting adalah rencana kami setelahnya. Seperti misalnya, mencari sekolah dimana anak kami nantinya bisa belajar dengan sukacita. Atau, buku-buku yang akan kami gunakan untuk mengajari anak kami berkata-kata untuk pertama kalinya. Atau bahkan, tentang pondok masa depan saat anak kami telah terbang meninggalkan rumah nantinya.

Saat kami kembali punya cukup waktu untuk berduaan menonton matahari terbenam. Dimana seperti biasa, Tuhan akan mulai melukisi langit dengan warna oranye, dilanjutkan dengan warna hijau keperakan. Warna-warna sama yang tak akan pernah lekang. Tidak seperti rambut kami yang telah beruban. Ataupun tangan kami, yang meski telah sama keriput, namun tetap saling menggenggam.

“Senjanya cantik,” begitu ujarmu.
Dan saya akan tersenyum. “Ah, cantikan juga kamu.”
Lalu senja akan pamit dengan satu kecupan panjang yang mendamaikan.

***

Seperti saya tulis di atas, tentu saja saya juga punya imajinasi tentang pernikahan impian saya nantinya. Begitu banyaknya, sampai-sampai saya tak punya cukup tenaga dan waktu memikirkan hal-hal pendukung seperti resepsi dan sebangsanya.

Bagi saya, yang terpenting adalah hari-hari setelahnya. Dimana saya dan suami saya akan berlomba membuka kado-kado kiriman Tuhan yang berisikan semua anugerah terindah di dunia.

Lembar demi lembar.
Pita demi pita.
Di setiap hari baru kami, yang bertaburan dengan cinta.

***