Saturday, December 01, 2007
posted by catur catriks at 12:41 PM | Permalink
2 peristiwa
hampir beruntun, 2 peristiwa berikut terjadi
yang pertama, pagi saat aku berangkat ke kantor.
di depan gerbang, dua motor bersenggolan
antara karyawan perusahaan dan pemuda (salah satu masyarakat sekitar)
masing2 menghentikan motornya.
aku kira tidak akan apa2, karena itu bukan sebuah kelalaian salah satu pihak
tapi karena jalan yang sempit dan banyaknya para karywan yang akan masuk
dgn kendaraan2 di situ.
kejadiaannya pun tidak menimbulkan kerusakan
hanya saja aku terkaget manakala mata mereka saling memandang
aku melihat masing2 mata keduanya seperti akan keluar dari tempatnya.
saling melotot dengan dagu yang mengeras.
mungkin keduanya adalah orang2 jagoan
ingin mengatakan bahwa aku benar dan kau teledor, pantas dipukul
muka keduanya makin memerah
ketegangan tersebut langsung menjadi ketegangan kami2 yang melihat kejadian tersebut.
beruntung satpam yang menjaga di sana langsung melerai
mempersilakan karywan utk masuk dan meminta pemuda itu utk meneruskan perjalanannya.
ada seseorang di sampingku yang berbisik: sama-sama miring!
tidak apa2, saya kira, mungkin mereka ingin membuktikan bahwa mereka gentle
peristiwa kedua terjadi di kantor.
yang ini aku sendiri yang mengalami.
karena ada sebuah kepentingan, maka kuputuskan untuk kerja setengah hri
aku akan meminta izin, setelah jam istirahat, aku pulang
untuk mendapat ijin, aku harus melewati tiga orang demi dimintai tanda tangannya.
orang pertama ok, sangat pengertian.
yang kedua pun ok, malah ia menandatangani dengan meledek saya dan tertawa2.
yang terakhir, yang ketiga
yg terakhir inilah biasanya temen2 merasa illfeel terlebih dahulu bila berurusan dengannya.
aku pun biasanya demikian bila bertmu.
tapi waktu itu tidak.
saya masih berpikiran positif mengingat saya jarang izin dan izin kali inipun karena kepentingan yang benar2 penting.
kuawali dengan mengetuk pintu ruangannya.
kuawali dengan senyum waktu menyapanya.
kuhaluskan suaraku agar tidak menyentak.
(saya sedikit berpikir, kok aku kayak pengemis saja ya?)
ia tak menoleh dari layar komputernya
ia tak membalas sapaanku
ia tak melihat wajahku dan alasan mengapa aku izin saat menandatangani.
well,
aku ucapkan terima kasih
aku dengar ia berdehem saat aku menutup pintu dari luar.
tidak apa2
mungkin itulah cara yang diambil olehnya untuk mempertahankan wibawanya.
den gan begitu, mungkin ia ingin menunjukkan bahwa harga diorinya (derajatnya) lebih tinggi daripada saya yang masih jadi karyawan biasa.
orang mempunyai cara-caranya masing2 dalam merespon suatu hal.
tapi, entah mengapa, kadang2 saya memahami bahwa mereka, pelaku2 peristiwa di atas, tidak sedang memperlihatkan harga dirinya, ke-gentle-annya, wibawanya dan semacam itu
tapi aku memahami kalau mereka sedang menunjukkan kebodohannya.
yang dengan secara sukarela mencoreng muka dengan perbuatannya sendiri.
tapi, semoga anggapanku tak selamanya benar
sehingga mungkin aku masih bisa melakukan pembelaan ketika suatu saat aku menjadi pelakunya.
begitukah?
yang pertama, pagi saat aku berangkat ke kantor.
di depan gerbang, dua motor bersenggolan
antara karyawan perusahaan dan pemuda (salah satu masyarakat sekitar)
masing2 menghentikan motornya.
aku kira tidak akan apa2, karena itu bukan sebuah kelalaian salah satu pihak
tapi karena jalan yang sempit dan banyaknya para karywan yang akan masuk
dgn kendaraan2 di situ.
kejadiaannya pun tidak menimbulkan kerusakan
hanya saja aku terkaget manakala mata mereka saling memandang
aku melihat masing2 mata keduanya seperti akan keluar dari tempatnya.
saling melotot dengan dagu yang mengeras.
mungkin keduanya adalah orang2 jagoan
ingin mengatakan bahwa aku benar dan kau teledor, pantas dipukul
muka keduanya makin memerah
ketegangan tersebut langsung menjadi ketegangan kami2 yang melihat kejadian tersebut.
beruntung satpam yang menjaga di sana langsung melerai
mempersilakan karywan utk masuk dan meminta pemuda itu utk meneruskan perjalanannya.
ada seseorang di sampingku yang berbisik: sama-sama miring!
tidak apa2, saya kira, mungkin mereka ingin membuktikan bahwa mereka gentle
peristiwa kedua terjadi di kantor.
yang ini aku sendiri yang mengalami.
karena ada sebuah kepentingan, maka kuputuskan untuk kerja setengah hri
aku akan meminta izin, setelah jam istirahat, aku pulang
untuk mendapat ijin, aku harus melewati tiga orang demi dimintai tanda tangannya.
orang pertama ok, sangat pengertian.
yang kedua pun ok, malah ia menandatangani dengan meledek saya dan tertawa2.
yang terakhir, yang ketiga
yg terakhir inilah biasanya temen2 merasa illfeel terlebih dahulu bila berurusan dengannya.
aku pun biasanya demikian bila bertmu.
tapi waktu itu tidak.
saya masih berpikiran positif mengingat saya jarang izin dan izin kali inipun karena kepentingan yang benar2 penting.
kuawali dengan mengetuk pintu ruangannya.
kuawali dengan senyum waktu menyapanya.
kuhaluskan suaraku agar tidak menyentak.
(saya sedikit berpikir, kok aku kayak pengemis saja ya?)
ia tak menoleh dari layar komputernya
ia tak membalas sapaanku
ia tak melihat wajahku dan alasan mengapa aku izin saat menandatangani.
well,
aku ucapkan terima kasih
aku dengar ia berdehem saat aku menutup pintu dari luar.
tidak apa2
mungkin itulah cara yang diambil olehnya untuk mempertahankan wibawanya.
den gan begitu, mungkin ia ingin menunjukkan bahwa harga diorinya (derajatnya) lebih tinggi daripada saya yang masih jadi karyawan biasa.
orang mempunyai cara-caranya masing2 dalam merespon suatu hal.
tapi, entah mengapa, kadang2 saya memahami bahwa mereka, pelaku2 peristiwa di atas, tidak sedang memperlihatkan harga dirinya, ke-gentle-annya, wibawanya dan semacam itu
tapi aku memahami kalau mereka sedang menunjukkan kebodohannya.
yang dengan secara sukarela mencoreng muka dengan perbuatannya sendiri.
tapi, semoga anggapanku tak selamanya benar
sehingga mungkin aku masih bisa melakukan pembelaan ketika suatu saat aku menjadi pelakunya.
begitukah?