Salam kehadiran!
Sembilan Oktober, berkurang satu tahun usiamu kini, Catriks.
Hak nafasmu kembali diperpendek.
Bolehkah aku bertanya, berapa usiamu sekarang? 26, 27, atau 28 tahun? Ayolah katakan padaku! Kerut wajahmu telah banyak terlihat, kau tidak belia lagi.
Baiklah, bila kau ingin diam.
Tapi ada hal yang harus segera kau sadari. Kebugaran tubuhmu telah jauh menurun! Matamu telah minus, telingamu pun tak setajam dulu. Bila tak sengaja kau kehujanan di jalan, kau pun akan mudah terkena flu. Bila berlari, nafasmu cepat sekali tersengal-sengal.
Hmm, di usiamu kini, apa yang sudah kamu perbuat untuk memperbaiki diri? Bekerja dan mandiri?
Aktivitasmu kulihat monoton. Pagi tergagap terbangun dan bersiap menuju kantor. Bersapa dengan teman-temanmu dan berbicara apa-apa yang kau nilai perlu. Bermanfaat atau tidak, kau sendiri yang tahu. Pulang sore hari atau malam jika kau lembur. Setelah itu kau terkapar di kamarmu dengan capek badan menyelimuti. Istirahat dan terlelap dalam mimpi yang kadang datang kadang tidak. Besok bangun dan tergesa untuk kerja kembali.
Begitukah kehidupan yang akan kau bangun? Begitu sajakah hari-harimu dilalui? Bagaimana dengan rencanamu di masa depan? Di mana kedudukanmu sebagai anak manusia, apakah kau memikirkan mereka-mereka yang menengadahkan hati memerlukan bantuan? Apakah kau pernah merasa bermanfaat bagi orang lain? Bantuan apa yang pernah kau berikan, seberapa besar kau meringankan beban orang yang terhimpit? Oh, jangan-jangan kau tidak pernah. Mengajarkan ilmu agama sekali pun tidak, karena aku tahu, kau tidak tahu banyak tentang agama. Masa kecilmu jauh dari pembelajaran. Kini pun kau sedikit sadar bahwa langkahmu untuk mengejarnya selalu tersedat oleh rasa malas dan lelah yang sering hinggap.
Ingatlah, sebaik-baik diri adalah mereka yang besar manfaatnya bagi orang lain. Bukankah kau sering mendengar tentang pengakuan seseorang yang mengatakan bahwa ia akan merasa begitu bahagia ketika ia bisa berbagi? Tidakkah kau ingin melakukannya?
Sepertinya kau sibuk memikirkan diri sendiri.
Ah, kau menggeleng, tapi baiklah, katakan padaku apa yang pernah atau sedang kau lakukan untuk memperbaiki diri.
Diam? Ya, aku tahu, kau anak pemalu yang selalu segan untuk mengatakan.
Salam kehadiran, Catriks!
Setahun lewat ini tentu banyak kebodohan dan kekhilafan yang kau perbuat, baik kepada sesama teman atau kepada Tuhanmu. Aku tahu kualitas keimananmu. Walau pada dasarnya nuranimu menyadari apa yang baik dan buruk, tapi nafsumu untuk melakukan sesuatu yang menyimpang sering kau lakukan. Ya, kadang-kadang kau mengambil tindakan yang kau sendiri tahu itu hal yang salah. Tapi mengapa kau lakukan?
Membohongi nurani, jangan biasakan itu, Catriks!
Salam kelahiran, Temanku!
Di malam ini, seharusnya kau merenung, berintrospeksi, menilai, atau sekadar membayangkan tentang hal-hal menarik dalam hidup yang telah kau lalui untuk kemudian kau ulang, membayangkan hal-hal memalukan yang pernah kau lakukan dan bertekad untuk memperbaiki. Alasan apa yang menyebabkan kau harus hidup di dunia. Alasan apa yang menyebabkan kau tak pernah mengalami heroisme.
Walau aku tahu, kau berpotensi untuk menjadi anak yang bebal!
Oya, aku lupa, malam ini kau sibuk dengan pekerjaan rumahmu. Aku lihat sebenarnya kau ingin melakukan, tapi sebuah pekerjaan memburumu dengan batas waktu yang begitu mepet. Besok harus selesai. Bisakah?
Met ulang tahun, Catriks!
Aku bingung harus mengucapkan apa yang tepat untuk ini. Selamat berbahagia atau selamat panjang umur. Hanya saja kedua kata itu tak cocok untuk diucapkan. Mengapa? Karena aku melihat wajahmu tak seterang yang kuingin. Tapi, setidaknya bersyukurlah, Catriks! Tuhan telah memberimu waktu sekian tahun dengan gratis! Kau tak perlu menyewanya seperti kontrakanmu di situ yang harus kau bayar tiap bulan.
Sahabatku, beberapa kali pernah kau mengeluh tentang rejeki yang kau terima, tentang keinginanmu yang tak juga terlaksana, tentang waktumu untuk bisa bergandengan tangan menggenapkan separuh dien, atau tentang impianmu yang tak seberuntung orang2 yang kau lihat.
Jangan begitu kawan. Tumbuhkanlah rasa syukurmu yang terlalu jarang lewat di hatimu, suburkanlah rasa syukur itu menjadi pohon yang menjulang dan terlihat. Jangan terlalu banyak menuntut dan berambisi pada sesuatu yang belum pernah kau usahakan atau sesuatu yang memang di luar kemampuanmu. Kau sadar bukan? Keterbatasanmu begitu banyak.
Sembilan Oktober, beberapa tahun yang lalu ibu yang kau cintai melahirkanmu. Ucapkanlah terimakasih padanya, walau mungkin beliau saat ini tidak ingat bahwa kamu sebagai anaknya sedang berulang tahun. Ibumu mempunyai kesibukan sendiri, maka ucapkanlah terima kasih padanya, jika kau ingin. Tapi jangan paksakan diri, karena ini akan mengagetkan beliau. Bukankah sebelumnya dia tidak pernah mengucapkan kata itu? Ya, aku tahu, ucapan selamat ulang tahun seorang ibu hanya dipunyai oleh mereka yang tahu tentang isyarat kualitas komunikasi verbal. Sedang kau Catriks, kau berasal dari keluarga yang sederhana. Bahkan ternyata ibumu dapat mengingat hari kelahiranmu sebelum menuliskan akte kelahiran adalah sesuatu yang mengejutkan.
Biasanya orang tua seperti dalam keluargamu banyak yang lupa kapan anaknya lahir. Mereka tidak akrab kalender. Yang mereka ingat biasanya hari kelahiran Jawa: Senin Pahing, Selasa Wage, Jumat Kliwon dan sebagainya. Tapi lupakan hal ini. Sepertinya tidak penting.
Sembilan Oktober tahun ini, bertepatan dengan bulan Ramadhan 1428 Hijriah, di hari dua puluh tujuh. Semoga berkah untuk hari esok yang akan kau lalui.
Tunggu, sepertinya kau ingin mengatakan sebuah harapan, katakanlah di hari yang baik ini, teman, katakanlah!
****
Oke, sebelumnya aku sampaikan terima kasih karena kau mengingat hari kelahiranku dan memberi sekedar ucapan. Tak banyak yang melakukan itu, dalam hal ini kau hanya memiliki sedikit teman.
Tentu, sebagai seorang anak manusia, aku punya pengharapan, keinginan, kekarepan, klangenan, dan apalah istilahnya. Tapi maaf, tak akan satu pun keinginanku yang akan kukatakan padamu. Apabila pernah aku mengatakan, itu berarti keinginan yang sepele, yang tak begitu aku pikirkan. Dengan kata lain, keinginanku yang serius akan aku simpan sebagai milik pribadi yang bersifat privacy. Kau tak berhak untuk mengetahui. Kau mengenalku, tapi kau tak mengerti isi di kedalamanku. Begitu juga dengan kehendakku. Apa pun yang akan aku lakukan adalah sebulat-bulat apa yang memang ingin aku lakukan. Kau tak perlu banyak bicara, tak perlu banyak menilai, apalagi menuntunku ke sebuah jalan.
Kesalahan manusia adalah lumrah, kelemahan manusia memang harus ada agar ia lebih tersadar diciptakan sebagai manusia yang tidak sempurna. Justru kesempurnaanku ada karena ketidaksempurnaanku.
Kuminta, biarlah semua menjadi rahasia waktuku. Bukankah semua orang menyimpan rahasia?
Biarlah aku melangkah dengan menurut bekal sebanyak yang aku miliki. Hanya saja aku ingin kau tahu, bekal itu selalu aku tambah, dengan cepat menumpuk atau pelan, sebutir demi sebutir.
Karena setiap manusia menginginkan kebahagiaan, baik di kehidupan yang pertama maupun di kehidupan berikutnya.
Begitu kawanku. Diamlah kau di sana, tak perlu kau bangkitkan melankolisme, ikuti saja alur cerita yang kubangun!
Terima kasih.
***
Kembali, di hari ini, kau tampakkan kebodohan dan kesombonganmu, Catriks!