Wednesday, January 24, 2007
posted by catur catriks at 10:29 AM | Permalink
Yang Berjatuhan di Jalan Dakwah
Ketika ditugasi untuk bedah buku, aku sering menganggap sebagai pekerjan yang mudah. Dengan mempelajari beberapa hari, sedikit banyak isi buku akan aku kuasai. Hanya saja bedah buku harus dilaksanakan sesuai rencana semula. Karena apabila rencana mengaret, maka apa yang kukuasai akan menguap. Ingatanku terlalu pendek.
Bedah buku sepertinya memang tidak terlalu sulit. Tapi itu dulu, ketika aku masih kuliah dan yang kukaji adalah buku2 sastra. Bagaimana bila sekarang yang kuhadapi adalah buku tentang dakwah?
Seorang ustad meminta mempelajari buku berjudul ‘Yang Berjatuhan di Jalan Dakwah’ karya Fathi Yakan. Buku lama memang, tapi akan selalu relevan dengan pergerakan (harakah) Islam.
Rencana, pekan depan bedah buku dilaksanakan.
Ya,ini buku yang lebih dari biasa hingga aku merasa kesulitan.atau mungkin aku yang sangat biasa, tak pernah akrab dengan buku-buku agama, sehingga ini menjadi sullit.
Walau akhirnya aku dapat menyimpulkan isinya, tahu sebab-sebab tasaquth, tapi aku tak dapat meraih roh buku tersebut. Cie ..bukan untuk melebihkan atau mengurangkan, tapi buku ini terasa jauh dari hidupku.
Jauh, ketika kumaknai kembali kata: dakwah.
Aku terlebih dahulu jatuh. Aku tak punya daya tawar terhadap buku ini.. dan kurasakan inilah kekerdilanku, anak manusia yang bodoh.
Bagaimana mungkin aku bisa menghayati tentang gerakan, seluk beluk dakwah, ketika aku tak pernah berdakwah apalagi mersa diri sebagai pendakwah?
Sebentar, sepertinya aku harus mengobati keterjatuhanku. Aku akan berapologi, mudah2an tidak mengada2 dan bermaksud riya.
Aku harus memahami, bahwa dakwah tidak hanya diartikan seperti ustad yang berbicaara di depan banyak jamaah. Aku harus memahami, bahwa dakwah tidak hanya diartikan seperti penulis ilmu agama yang bukunya tersebar di segala penjuru.
Tapi, walau hanya menghadiri sebuah taklim juga termasuk dakwah, tapi ikut membantu menjadi panitia kegiatan sosial atau keagamaan juga termasuk dakwah. Tapi memuat tulisan2 keagamaan dalam blog ini pun terhitunng dakwah.
Bila dengan menghadiri taklim, suasana menjadi ramai dan semangat untuk mengkaji Islam bertambah,jika hadir dalam sebuah jamaah, ukhuwah Islamiyah bertambah, bila dengan memuat tulisan tentang kebaikan dalam blog bisa dibaca orang dan memberi kesan tentang kebaikan itu,maka
aku pun tengah berdakwah.
Walau seperti debu di padang pasir.
Karena sekarang aku ikut sebuah jamaah, karena aku ikut kegiatan keagamaan. Maka cukup legalah hatiku atas apologi ini. Bertambah lega setelah membaca kalimat, kekeruhan jamaah masih lebih baik daripada kejernihan pribadi.
Nah, apakah ada di antara kita, seorang yang pandai ilmu tapi hanya beribadah secara pribadi? Apakah ia belum melibatkan diri dalam sebuah jamaah?
Kembali pada Yang Berjatuhan di Jalan Dakwah, semoga kelak aku bisa menghayati buku ini.
Semoga para mujahid tetap tegar dalam menyerukan Islam.
Barakallohu
Bedah buku sepertinya memang tidak terlalu sulit. Tapi itu dulu, ketika aku masih kuliah dan yang kukaji adalah buku2 sastra. Bagaimana bila sekarang yang kuhadapi adalah buku tentang dakwah?
Seorang ustad meminta mempelajari buku berjudul ‘Yang Berjatuhan di Jalan Dakwah’ karya Fathi Yakan. Buku lama memang, tapi akan selalu relevan dengan pergerakan (harakah) Islam.
Rencana, pekan depan bedah buku dilaksanakan.
Ya,ini buku yang lebih dari biasa hingga aku merasa kesulitan.atau mungkin aku yang sangat biasa, tak pernah akrab dengan buku-buku agama, sehingga ini menjadi sullit.
Walau akhirnya aku dapat menyimpulkan isinya, tahu sebab-sebab tasaquth, tapi aku tak dapat meraih roh buku tersebut. Cie ..bukan untuk melebihkan atau mengurangkan, tapi buku ini terasa jauh dari hidupku.
Jauh, ketika kumaknai kembali kata: dakwah.
Aku terlebih dahulu jatuh. Aku tak punya daya tawar terhadap buku ini.. dan kurasakan inilah kekerdilanku, anak manusia yang bodoh.
Bagaimana mungkin aku bisa menghayati tentang gerakan, seluk beluk dakwah, ketika aku tak pernah berdakwah apalagi mersa diri sebagai pendakwah?
Sebentar, sepertinya aku harus mengobati keterjatuhanku. Aku akan berapologi, mudah2an tidak mengada2 dan bermaksud riya.
Aku harus memahami, bahwa dakwah tidak hanya diartikan seperti ustad yang berbicaara di depan banyak jamaah. Aku harus memahami, bahwa dakwah tidak hanya diartikan seperti penulis ilmu agama yang bukunya tersebar di segala penjuru.
Tapi, walau hanya menghadiri sebuah taklim juga termasuk dakwah, tapi ikut membantu menjadi panitia kegiatan sosial atau keagamaan juga termasuk dakwah. Tapi memuat tulisan2 keagamaan dalam blog ini pun terhitunng dakwah.
Bila dengan menghadiri taklim, suasana menjadi ramai dan semangat untuk mengkaji Islam bertambah,jika hadir dalam sebuah jamaah, ukhuwah Islamiyah bertambah, bila dengan memuat tulisan tentang kebaikan dalam blog bisa dibaca orang dan memberi kesan tentang kebaikan itu,maka
aku pun tengah berdakwah.
Walau seperti debu di padang pasir.
Karena sekarang aku ikut sebuah jamaah, karena aku ikut kegiatan keagamaan. Maka cukup legalah hatiku atas apologi ini. Bertambah lega setelah membaca kalimat, kekeruhan jamaah masih lebih baik daripada kejernihan pribadi.
Nah, apakah ada di antara kita, seorang yang pandai ilmu tapi hanya beribadah secara pribadi? Apakah ia belum melibatkan diri dalam sebuah jamaah?
Kembali pada Yang Berjatuhan di Jalan Dakwah, semoga kelak aku bisa menghayati buku ini.
Semoga para mujahid tetap tegar dalam menyerukan Islam.
Barakallohu