Segala perilaku diri adalah format kehendak kita. Demikianlah kita menjalani hidup. Begitu pula dalam melakoni ajaran agama kita. Amal shalih perilakunya, sedang niat ikhlas adalah kehendaknya. Amal shalih tanpa ikhlas niat akan sia-sia. Sebagaimana niat baik tanpa wujud amal hanya menjadi omong kosong belaka. Karenanya, tuntutan beramal shalih menjadi sama besarnya dengan tuntutan berkehendak.
Tapi kehendak dan niatan-niatan itu tak selamanya segar. Kadang layu, bahkan mati. Itu sebabnya, inisiatif yang berkesinambungan menjadi syarat mutlak bagi kesegaran niatan-niatan dan amal-amal shalih itu. (tarbawi)
Kehendak untuk mendapat yang kita ingin kadang yang datang malah hal yang tidak kita harapkan. Kebersihan niat dalam hal ini memengaruhi seberapa besar ridha kita terhadap kenyataan yang diterima. Kebahagiaan dan kesedihan adalah sebuah pajak dari kehendak yang telah dijalankan. Semua akan terbayar dengan harga yang sesuai. Semua telah dihitung dengan pasti dalam takdir Tuhan. Jangan gagap jika dilempar, jangan senang tampil dengan niat memperlihatkan, jangan ujub bila datang sebuah kelebihan.
Kembali, segala perilaku kita adalah kehendak kita. Ikhlas akan menyelamatkan kita dari kesia-siaan.
Ketika Allah menjadi alasan paling utama, maka aku berani memutuskan dengan siapa aku akan menikah. Aku tidak banyak bertanya tentang calon istriku, aku jemput dia di tempat yang Allah suka, dan satu hal yang pasti, aku tidak ikut mencampuri ataupun mengatur apa-apa yang menjadi urusan Allah. Sehingga aku nikahi seorang wanita tegar dan begitu berbakti kepada suami.
Ketika Allah menjadi alasan paling utama, maka aku berusaha sekuat tenaga untuk tidak melihat segala kekurangan istriku. Dan sekuat tenaga pula, aku mencoba membahagiakan dia.
Ketika Allah menjadi alasan paling utama, maka menetes air mataku saat melihat segala kebaikan dan kelebihan istriku, yang rasanya sulit aku tandingi.
Ketika Allah menjadi alasan paling utama, maka akupun berdoa, Yaa Allah, jadikan dia, seorang wanita, istri dan ibu anak-anakku, yang dapat menjadi jalan menuju surgamu. Amin.
Sahabat-sahabat, kalau Allah menjadi alasan paling utama untuk menikah, maka seharusnya tidak ada lagi istilah, mencari yang cocok, yang ideal, yang menggetarkan hati, yang menentramkan jiwa, yang.....yang. ...yang.. ....dan 1000 “yang”......lainnya. ....Karena semua itu baru akan muncul justru setelah melewati jenjang pernikahan. Niatkan semua karena Allah dan harus yakin kepada Sang Maha Penentu segalanya.