Wednesday, February 15, 2006
posted by catur catriks at 4:23 PM | Permalink
memelihara ketersinggungan
Ternyata memelihara ketersinggungan itu cukup sulit.
Dan bila hati sendiri yang tersinggung, sepertinya �..

Aku jadi ingat sama pak agus maladi.

Dia pembimbing skripsiku. Saat mengajukan ujian, hari yang kuminta tidak ia sanggupi karena ia harus pergi ke purwokerto. Smentar penguji yang lain menyangupi,termasuk dekan sendiri. Pak agus meminmta agar ujian diundur, tapi karena batas pandaftaran wisuda terlalu dekat mengejar, aku menolak usulannya.

Aku meminta, kalu dia tidak bisa datang saat ujian, titipkan saja nilainya pada penguji yang lain. Toh dia sendiri tahu baagaimana skripsiku karena beliaulah yang membimbingku.

Tapi malang, mendengar pendapatku, dia, pembimbingku dan sekaligus ketua jurusan, TERSINGGUNG

Aku ingat sepertinya waktu itu aku kelabakan. Menjadi mahasiswa dengan pendapat yang paling bodoh.

Apakah saaat itu karena aku gugup dikejar waktu? Entahlah ���. Itu sudah lama, hampir setahun.

Sekarang aku merasakan dan tahu, ternyata tersinggung itu menyakitkan.

Ia seorang wanita, akhwat, tahu artinya khan? Dia masih saudaraku. Itungannya dia itu adikku
Aku bangga punya saudara dengan perilaku yang terkendali
Selain saudara, kami jg berteman akrab, pernah satu organisasi.
Di antara kami, tentu, ada teman2 lain.

Suatu saat aku mendengar ia akan menikah. Aku menunggu kabar darinya, sambil mempersiapkan sesuatu.

Aku bertemu dengan adi lewat sms.
�tanggalnya kapan?� tanyaku, karena mungkin dia tahu.
�lho mang blm di telp? 5 feb n dah mnta doa restu maa gue,� jawaban yang mengagetkan

Temanya dikasih tahu, dan minta doa restu, tapi aku? Yang juga teman dan saudara? Dilupakankah?
Aku menunggu, �mungkin belum,� pikiranku menenangkan.

Lama kabar gak datang sampai hampir 5 feb. aku memutuskan untuk bertanya pada Adi.
�wah, nikahnya dah diajukan kemarin, dah seminggu�. Fuh .. hampir aku tak percaya.

Tapi bagaimanapun ia adalah saudaraku, walau aku berada di tempat jauh. Maka kusampaikan ucapan selamat dan do�a atas pernikahannya lewat sms. Pada saat itu pulsaku begitu penting untuk keperluan kerjaku, jadi aku tak menelponnya.

Dia membalasnya dengan misscall

Hatiku sedikit bergetar

Kutambahakan lagi selamat dan do�ku, kebahagianku karena pernikahan itu, dan kutanyakan pula tentang siapa suaminya, dari mana. Aku jg minta maaf karena aku tak bisa datang ke pernikahanya. Walau aku tahu, aku tak mengetahui kapan ia menikah.

Lama aku menunggu. Malam harinya ponselku berbunyi, � ah dari dia. Tapi buru2 dimatikan.
Rupanya, sekali lagi dia hanya misscall. Aku mengira ini tanda ia akan mengirim sms atau apa.
Tapi ternyata tidak

Aku merasa sakit
Aku tersinggung

Sesuatu yang kusiapkan untuknya, kupandang, hanya kupandang tanpa ada keinginan lagi untuk membawanya ke kantor pos.
Tapi ini tak begitu berarti
Karena aku lebih sakit dari perlakuannya. sepertinya aku tak berharga, sebagai teman atau sebagai saudara.dia acuh, padahal aku sudah berusaha untuk mengetuk pintu.

Pada saat larut, cerita itu masih terbawa.kurenungkan. tapi sepertinya ada sesuatu yang nggak beres. Pada diriku.mengingat ia anak yang shaleh, tahu agama, rajin dakwah, akhwat yang disenangi banyak orang

Ya, pasti ada sesuatu pada diriku �.

Aku terjun ke jurang dengan berpikir, �ibarat di laut, aku adalah buih, keberadaannya tak begitu pantas untuk ikut diperhitungkan.�

Seperti itukah diriku?

Ah � tidak!
Saya tidak terima!
Saya benar-benar tersinggung!

Aku berusaha untuk selalu menghormati semua orang dengan perannya masing-masing �

dalam benak: sabar tur, hidup memang dibangun dengan aneka. Itu hny sesuatu yang kecil, tak pantas kau membuang waktu untuk itu. Amboi �.
Satu lagi tur, ingatlah pandangan mata pak agus maladi waktu itu �

http://www.al-islam.com